Kolaborasi Membuat Matematika Lebih Bermakna

Oleh : AGUNG HERMANUS RIWU, S.Pd., Guru SMPK Giovanni Kupang/Penggerak Program Gerakan Sekolah Menulis Buku (Artikel ini meraih juara 1 dalam kontes menulis guru se-NTT yang digelar Kantor Bahasa NTT dan sudah terbit di majalah pendidikan Cakrawala NTT versi cetak serta online)

Karakteristik yang hanya berupa angka, simbol, garis dan rumus, selalu menjadi alasan bagi sebagian besar peserta didik enggan untuk mempelajari matematika. Apalagi jika pembelajaran disajikan melalui metode yang konvensional, monoton dan tidak menarik, seakan memperparah konotasi negatif tentang matematika yang telah mengakar di alam pikiran peserta didik. Seluruh pandangan buruk itu kemudian menghablur menjadi suatu ketakutan untuk mempelajari matematika.

Zenius Education pada tahun 2014 melakukan survei terhadap 1.340 peserta didik di seluruh Indonesia dan berhasil mengungkap tren mata pelajaran yang paling disukai dan dibenci. Hasilnya, matematika menjadi mata pelajaran kedua yang paling tidak disukai peserta didik setelah fisika.

Sementara, Merry Tefbanu (2018) dalam sebuah penelitian melalui instrumen angket yang dibagikan kepada 140 peserta didik yang tersebar di empat sekolah dasar, dua sekolah menengah pertama dan satu sekolah menengah atas di Kota Kupang, menemukan data 73 persen peserta didik menuliskan matematika sebagai mata pelajaran yang tidak disukai. Alasan yang paling dominan adalah matematika sulit karena banyak rumusnya.

Rendahnya minat terhadap matematika berbanding lurus dengan tingkat kemampuan matematika peserta didik di Indonesia. Hasil penelitian Program for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2018 yang dikabarkan detik.com, kemampuan matematika peserta didik Indonesia berada pada urutan ke–73  dari 79 negara. Pencapaian itu tidak jauh berbeda dari hasil penelitian yang sama pada tahun 2015 yakni menempati posisi ke–63 dari 72 negara.

Untuk menghadapi situasi yang sudah membudaya ini dibutuhkan upaya kolaboratif, tidak hanya pihak sekolah tetapi juga keluarga dan masyarakat. Masing-masing memiliki peranan yang penting untuk memberikan makna terhadap matematika sekaligus membangun perspektif positif dalam diri peserta didik.

Matematika Bermakna Melalui Pembelajaran

Di sekolah, salah satu langkah strategis yang dapat dilakukan adalah merancang pembelajaran yang menyenangkan. Untuk melawan asumsi peserta didik yang menganggap matematika sebagai ilmu yang sulit, membingungkan hingga membosankan, guru harus mampu meramu pembelajaran menjadi lebih bermakna sehingga diminati peserta didik.

Prinsip yang harus menjadi acuan dalam mengembangkan pembelajaran matematika di sekolah yaitu pertama, menempatkan peserta didik tidak hanya sebagai penerima pasif. Peserta didik perlu didorong dan dilibatkan menjadi lebih dominan dalam menemukan konsep, fakta hingga pemecahan masalah. Dalam teori pembelajaran konstruktivisme, Driver & Bell (Hendri Purbo, 2018) menekankan belajar adalah pembentukan makna yang membangun hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki pembelajar dan pengetahuan yang sedang dipelajari.

Kedua, menjadikan pengalaman kehidupan peserta didik sebagai titik tolak pembelajaran. Hans Freudental (Bustang Bukari, 2013) menyatakan matematika adalah aktivitas manusia. Akan sangat menarik jika materi pembelajaran yang disajikan guru dikaitkan dengan keadaan siswa meliputi umur, hobi, permainan, lingkungan keseharian terutama disesuaikan dengan kemampuan kognitif peserta didik.

Selain berdasar pada dua prinsip di atas, metematika akan semakin bermakna bagi peserta didik jika dalam pembelajaran guru mampu mengaitkan materi yang diajarkan dengan pengembangan pendidikan karakter. Guru matematika wajib menemukan dan menjelaskan kepada peserta didik pesan-pesan kehidupan yang terkandung dalam setiap materi matematika.

Sebagai contoh, Ahmad Syarif Rianto (2018) menjelaskan makna kehidupan yang bisa diperoleh dari materi perkalian bilangan bulat adalah tentang kejujuran. Konsepnya, bilangan positif dikalikan dengan bilangan positif hasilnya bilangan positif (+.+ = +). Bilangan positif dikalikan dengan bilangan negatif hasilnya bilangan negatif (+.– = –), akan sama hasilnya jika operasinya dibalik (–.+ = –). Bilangan negatif dikalikan dengan bilangan negatif hasilnya bilangan positif (–.– = +).

Jika positif adalah sesuatu yang benar dan negatif sama halnya dengan sesuatu yang salah, maka dari materi perkalian bilangan bulat terkandung makna, mengatakan yang benar pada sesuatu hal yang benar adalah tindakan yang benar (+.+ = +) ; mengatakan yang benar pada suatu hal yang salah adalah tindakan yang salah (+.– = –), begitu pula sebaliknya; mengatakan salah pada sesuatu hal yang salah adalah tindakan yang benar (–.– = +).

Masih banyak makna kehidupan yang dapat di tarik dari materi matematika lainnya. Dengan mengangkat dan menjelaskan pesan-pesan matematika bagi kehidupan tentu saja akan menciptakan kesan positif bagi pembelajaran matematika yang dilakoni guru bersama peserta didik.

Matematika Bermanfaat Melalui aktivitas Keluarga

Keluarga mempunyai tanggung jawab besar dalam memberikan pendidikan kepada anak. Selama ini segala urusan yang bersentuhan dengan kebutuhan pendidikan anak secara tidak proporsional hanya dibebankan kepada pihak sekolah. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 menyebutkan fungsi yang harus dijalankan oleh keluarga meliputi fungsi pemenuhan kebutuhan fisik dan non fisik, salah satunya adalah fungsi sosialisasi dan pendidikan.

Fungsi sosialisasi dan pendidikan mempunyai makna bahwa keluarga adalah wahana terbaik dalam proses menyadari, merencanakan, menciptakan dan merupakan fondasi pendidikan dan sosialisasi bagi segenap anggota keluarga.

Dalam kaitannya dengan upaya menanamkan bakat matematika dalam diri anak, keluarga dapat memulai dengan membiasakan anak terlibat dalam aktivitas matematika keluarga. Misalnya, melibatkan anak secara rutin dalam proses transaksi jual beli di kios, pasar atau pusat perbelanjaan umum. Kepada anak diperkenalkan jumlah uang yang dimiliki, berapa yang harus dibayar, bagaimana perhitungan uang kembalian hingga bagaimana melakukan perhitungan diskon.

Kebiasaan lain yang dapat dikembangkan dalam keluarga yakni menyertakan pertanyaan-pertanyaan seputar matematika dalam komunikasi antar anggota keluarga. Dalam diskusi santai atau di setiap candaan antara ayah, ibu dan anak disisip dengan teka-teki matematika sehingga anak mempunyai pengalaman terlibat dalam aktivitas matematika yang akan membantunya di sekolah.

Namun hal yang wajib ada dalam setiap keluarga yang berhubungan dengan pendidikan adalah perhatian dan motivasi dari orang tua kepada anak. Orang tua diharapkan selalu rutin mengikuti dan mengecek perkembangan pengetahuan anak.

Materi matematika yang abstrak sering memberikan tantangan berpikir bagi anak. Oleh karena itu, orang tua wajib memberikan motivasi dan bersama-sama dengan anak menemukan solusi yang sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya, mengadakan bimbingan khusus matematika di rumah atau mengikutsertakan anak dalam komunitas-komunitas matematika yang dikembangkan di luar rumah.

Peran Lingkunagn Masyarakat

Lingkungan masyarakat mempunyai peranan vital dalam mempengaruhi minat anak terhadap matematika. Langkah awal yang harus dilakukan masyarakat yaitu mengubah beberapa pandangan umum yang selama ini berkembang misalnya  mengubah pandangan matematika sulit menjadi matematika unik, matematika banyak rumus menjadi matematika banyak manfaat hingga matematika membuat pusing menjadi matematika menyenangkan.

Pengenalan terhadap matematika di tengah lingkungan masyarakat dapat dilakukan dengan memberi nama pada fasilitas umum seperti taman bermain atau jalan lingkungan dengan menggunakan istilah-istilah matematika.

Yang tidak kalah strategisnya adalah membangun budaya matematika. Jika di tengah masyarakat telah dibiasakan dengan hari wajib berbahasa inggris, hari wajib menggunakan tenun ikat, tidak ada salahnya jika dalam lingkungan bersama turut diterapkan mathematic day.

Misalnya disatu lingkungan RT, setiap keluarga diwajibkan mengutus anak-anaknya untuk belajar matematika dihari, jam dan tempat yang ditentukan bersama pendamping yang disiapkan. Kemudian setiap enam bulan sekali diadakan lomba atau pemberian apresiasi kepada anak berprestasi di lingkungan tersebut.

Tanggung Jawab Bersama

Membangun perspektif positif terhadap matematika bagi peserta didik merupakan tanggung jawab bersama. Sekolah, keluarga dan masyarakat sebagai komponen-komponen yang sangat dekat dengan peserta didik dituntut wajib memiliki kesadaran untuk melakukan langkah-langkah kreatif dan inovatif yang dapat dengan mudah diterima oleh peserta didik.

Di sekolah, guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran perlu menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi untuk menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dalam keluarga, orang tua diharapkan selalu merangsang kemampuan matematika anak melalui aktivitas pemecahan masalah sederhana yang berhubungan dengan penerapan konsep matematika yang dipelajari anak di sekolah. Dan, masyarakat sebagai media interaksi yang lebih luas, perlu mengambil peran dalam upaya ini dengan menciptakan ruang apresiasi yang pantas bagi warga belajar dalam bentuk kebijakan waktu belajar, penyelenggaraan lomba maupun pemberian penghargaan terhadap prestasi anak di sekolah.

Upaya dari ketiga komponen ini akan berjalan baik jika memiliki konektivitas. Langkah kolaborasi melalui jalur koordinasi yang efektif akan mempermudah tercapainya tujuan bersama yakni semakin banyak anak dan peserta didik yang mencintai matematika.